Seperti diketahui bersama, media sosial
memuat berbagai macam hal/informasi , dari hal yang penting (berupa berita,
pengumuman, dll), nasihat, motivasi, cerita-cerita, gambar, iklan, humor,
hingga dapat mengetahui sebagian kepribadian seseorang (terutama artis) melalui
statusnya. Salah satu hal yang sering beredar di media sosial yaitu meme .
Sebuah gambar dengan bebarapa kata yang tertulis di atasya, begitulah gambaran
tentang sebuah Meme.
Meme berasal dari kata Mimema (Yunani)
yang berarti gagasan, perasaan, ataupun perilaku (tindakan). Beberapa sumber di internet
menyebutkan bahwa istilah meme awalnya dipopulerkan oleh Richard Dawkins –
ilmuwan biologi – dalam bukunya The Selfish Gene. Sesuatu yang diserupakan dengan hal yang
dapat meniru atau mereplikasi diri dan –menurutnya – terdengar seperti gen. Dawkins
menggunakan istilah tersebut untuk menjelaskan bahwa lahirnya budaya berasal
dari gabungan banyaknya replika (tiruan) dari replikator (peniru). Bertolak dari hal tersebut, Meme
internet menurut wikipedia adalah sesuatu yang
menjadi terkenal melalui Internet, baik berupa gambar, video, atau
bahkan karakter seseorang.
Meme pada umumnya digunakan untuk suatu guyonan,
terkadang juga ada yang menggunakannya sebagai viral marketing atau
pemasaran bergerilya. Meme dapat dibuat secara instan menggunakan suatu
aplikasi pembuat meme. Aplikasi pembuat meme pun sangat mudah ditemukan,
sehingga semua orang dapat membuat gagasan, informasi, guyonana dari meme
tersebut. Dikarenakan hal inilah, meme menjadi merebak dan terkadang memuat
hal-hal provokatif dan sensitif.
Seperti yang terbaru beberapa minggu kemarin - di bulan
ramadhan ini (1437 H) - adalah terkait berita penutupan paksa suatu warung
oleh pihak Satpol PP. Tentu saja hal tersebut sendiri mendapat banyak
perhatian, baik dari kalangan pemangku kebijakan dan terutama para ilmuwan dan
cendikiawan muslim. Namun, seolah-olah keberadaan meme dapat mewakili pendapat
orang-orang di atas. Keberadaan banyak meme yang kemudian mendapat banyak perhatian
dan komentar dari banyak pengguna media sosial.
Berdasarkan pengamatan penulis pribadi, tidak sedikit
dari meme tersebut yang kemudian menuai pro-kontra di dalam dunia sosial. Namun,
umumnya adalah akan memancing kontra dari salah satu pihak. Maka tak jarang,
selama minggu-minggu tersebut, banyak ayat-ayat atau dalil, hingga penggunaan
analogika (akal logika) tertentu yang kurang tepat terhadap kasus tersebut,
yang kemudian diikuti saja oleh orang-orang (dari share dan komentar persetujuannya).
Hal tersebut dikhawatirkan -meski tidak semua orang-
pasti akan berimbas ke dunia nyata. Terutama bagi masyarakat yang lingkungannya
kurang mendukung untuk mencari informasi valid berupa keberadaan buku atau
diskusi-diskusi ilmiah dengan orang yang ahli dibindangnya. Bagaimana jika – dengan
kondisi lingkungan tersebut – membuat seseorang dengan mudah mengambil ide /
gagasan / informasi dari sebuah meme? Bukankah bahasa meme yang sederhana terkadang
bisa sangat persuasif dan provokatif?
Budaya Klarifikasi Informasi
Seringkali, karena suatu kondisi tertentu seseorang lupa
untuk mengklarifikasi berita, terutama ketika tergesa-gesa. Klarifikasi muncul
akibat rasa “keingintahuan” seseorang terhadap ke-valid-an suatu hal. Namun seiring
berkembangnya teknologi, banyak hal yang terkadang begitu mudah di manipulasi. Ambil
contoh, ketika ada suatu foto beberapa anak muslim dan muslimah di dalam tempat
ibadah lain. Maka dari sebuah foto tersebut – dengan berbagai aplikasi yang ada
– sangat banyak kemungkinan kata ide/gagasan negatif jika seseorang tidak
bertanggung jawab membuatnya menjadi meme.
Atau, seperti yang diceramahkan beberapa kiyai pada suatu
kesempatan. Dikisahkan bahwa suatu ketika Nabi Muhammad SAW mendapat laporan
bahwa seorang sahabat ketika menjadi Imam durasinya terlalu lama. Maka dengan
sabar, ketika bertemu dengan sahabat tersebut Nabi SAW kemudian menanyakannya
terlebih dahulu kepada sahabat tersebut, terutama terkait suratan yang
dibaca. Ternyata, setelah dikroscek sahabat tersebut membaca suratan yang
panjang sehingga membuat jama’ah –terutama yang tua- menjadi kecapean.
Atau bahkan klarifikasi tidak hanya sebatas mencari tahu
atau bertanya kepada seseorang. Namun butuh penelitian dengan waktu tertentu
untuk menemukan suatu informasi yang “benar”.
Hal penting dari cerita di atas bahwa meskipun terkadang
orang lain mengabari berita, baik dengan tulisan atau langsung, meski dengan
ekspresi dan mimik yang meyakinkan, tetap perlu adanya klarifikasi. Apalagi sebatas
potongan suatu video atau suatu gambar foto di dunia maya (media sosial). Yang siapa
saja –tanpa diketahui latar belakangnya- dapat dengan bebas mempostingnya dan
menyebarkannya. Maka untuk memperoleh sebuah kesimpulan instan dalam hal ini,
tidak akan mudah dicapai.
Ayo “bermain”
Bermain yang dimaksudkan disini adalah bersentuhan dengan
dunia nyata. Apapun itu, baik interaksi sosial atau sekedar melihat pemandangan
alam. Bermain yang dapat membuka cakrawala lingkungan sekitar. Kalau dalam
bahasa arab bisa diistilahkan dengan silaturrahmi.
Gus Dur*) – Presiden RI IV- adalah salah satu
tokoh yang senang bersilaturrahmi. Baik itu antar agama, hingga lintas agama. Baik
itu antar suatu keilmuan (diskusi dengan ahli bidang tertentu) hingga “silaturrahmi”
dengan lintas keilmuwan beliau. Maka tak heran beliau –menurut beberapa orang-
orang jenius, tahu banyak seperti dunia seni, sastra, sepakbola, dan lain-lain.
“Bermain” bisa dalam bentuk “berselancar” di dunia maya. Namun,
yang penulis tekankan disini adalah “bermain” di dunia nyata. “Bermain” apapun yang
dapat membuka cakrawala pikiran. “Bermain” sebagaimana kebutuhan naluriah
makhluq Tuhan yang bernama manusia yang berlingkungan sosial.
Penulis –meniru-niru atau terinspirasi gerakan ayo
mengaji / ayo mondok – mengusulkan suatu ide gerakan #Ayo”bermain”. Setidaknya,
kegiatan silaturrahmi sederhana atau “bermain” tersebut dapat mengimbangi
keberadaan gadget yang semakin tahun semakin canggih, yang kecanggihan
tersebut terkadang membuat lupa diri seseorang. Dan juga menjadi hal yang
penting dan perlu mendapat perhatian bagi para orang tua untuk membiarkan atau
bahkan menyuruh anaknya untuk sesekali “bermain” atau juga bermain sebagaimana
anak-anak kecil lakukan di jaman gadget masih langka.
Pada dasarnya Meme internet – terutama gambar dan foto dengan
beberapa kalimat sederhana – adalah hanya salah satu contoh hal yang mudah
tersebar di dunia internet, terutama media sosial. Kata-kata dalam meme yang
terkadang menimbulkan efek persuasif dan provokasif perlu disikapi secara
cerdas dan bijak oleh masing-masing pengguna media sosial. Meskipun pada
akhirnya semua hal tergantung pada diri sendiri, namun tetap perlu ada suatu
kesadaran kolektif yang ditumbuhkan. Dan yang pasti perlu diusahakan.
Wallahu a’alm,
*)
Pada tulisan ini, penulis mengikuti pendapat bahwa Gus Dur adalah ahli
agama.