Sabtu, 25 Juni 2016

Meme – hal sederhana yang terkadang mudah memicu provokasi


Seperti diketahui bersama, media sosial memuat berbagai macam hal/informasi , dari hal yang penting (berupa berita, pengumuman, dll), nasihat, motivasi, cerita-cerita, gambar, iklan, humor, hingga dapat mengetahui sebagian kepribadian seseorang (terutama artis) melalui statusnya. Salah satu hal yang sering beredar di media sosial yaitu meme . Sebuah gambar dengan bebarapa kata yang tertulis di atasya, begitulah gambaran tentang sebuah Meme.

Meme berasal dari kata Mimema (Yunani) yang berarti gagasan, perasaan, ataupun perilaku (tindakan). Beberapa sumber di internet menyebutkan bahwa istilah meme awalnya dipopulerkan oleh Richard Dawkins – ilmuwan biologi – dalam bukunya The Selfish Gene.  Sesuatu yang diserupakan dengan hal yang dapat meniru atau mereplikasi diri dan –menurutnya – terdengar seperti gen. Dawkins menggunakan istilah tersebut untuk menjelaskan bahwa lahirnya budaya berasal dari gabungan banyaknya replika (tiruan) dari replikator (peniru). Bertolak dari hal tersebut, Meme internet menurut wikipedia adalah sesuatu yang menjadi terkenal melalui Internet, baik berupa gambar, video, atau bahkan karakter seseorang.

Meme pada umumnya digunakan untuk suatu guyonan, terkadang juga ada yang menggunakannya sebagai viral marketing atau pemasaran bergerilya. Meme dapat dibuat secara instan menggunakan suatu aplikasi pembuat meme. Aplikasi pembuat meme pun sangat mudah ditemukan, sehingga semua orang dapat membuat gagasan, informasi, guyonana dari meme tersebut. Dikarenakan hal inilah, meme menjadi merebak dan terkadang memuat hal-hal provokatif dan sensitif.

Seperti yang terbaru beberapa minggu kemarin - di bulan ramadhan ini (1437 H) -  adalah  terkait berita penutupan paksa suatu warung oleh pihak Satpol PP. Tentu saja hal tersebut sendiri mendapat banyak perhatian, baik dari kalangan pemangku kebijakan dan terutama para ilmuwan dan cendikiawan muslim. Namun, seolah-olah keberadaan meme dapat mewakili pendapat orang-orang di atas. Keberadaan banyak meme yang kemudian mendapat banyak perhatian dan komentar dari banyak pengguna media sosial.

Berdasarkan pengamatan penulis pribadi, tidak sedikit dari meme tersebut yang kemudian menuai pro-kontra di dalam dunia sosial. Namun, umumnya adalah akan memancing kontra dari salah satu pihak. Maka tak jarang, selama minggu-minggu tersebut, banyak ayat-ayat atau dalil, hingga penggunaan analogika (akal logika) tertentu yang kurang tepat terhadap kasus tersebut, yang kemudian diikuti saja oleh orang-orang (dari share dan komentar persetujuannya).

Hal tersebut dikhawatirkan -meski tidak semua orang- pasti akan berimbas ke dunia nyata. Terutama bagi masyarakat yang lingkungannya kurang mendukung untuk mencari informasi valid berupa keberadaan buku atau diskusi-diskusi ilmiah dengan orang yang ahli dibindangnya. Bagaimana jika – dengan kondisi lingkungan tersebut – membuat seseorang dengan mudah mengambil ide / gagasan / informasi dari sebuah meme? Bukankah bahasa meme yang sederhana terkadang bisa sangat persuasif dan provokatif?

Budaya Klarifikasi Informasi

Seringkali, karena suatu kondisi tertentu seseorang lupa untuk mengklarifikasi berita, terutama ketika tergesa-gesa. Klarifikasi muncul akibat rasa “keingintahuan” seseorang terhadap ke-valid-an suatu hal. Namun seiring berkembangnya teknologi, banyak hal yang terkadang begitu mudah di manipulasi. Ambil contoh, ketika ada suatu foto beberapa anak muslim dan muslimah di dalam tempat ibadah lain. Maka dari sebuah foto tersebut – dengan berbagai aplikasi yang ada – sangat banyak kemungkinan kata ide/gagasan negatif jika seseorang tidak bertanggung jawab membuatnya menjadi meme.

Atau, seperti yang diceramahkan beberapa kiyai pada suatu kesempatan. Dikisahkan bahwa suatu ketika Nabi Muhammad SAW mendapat laporan bahwa seorang sahabat ketika menjadi Imam durasinya terlalu lama. Maka dengan sabar, ketika bertemu dengan sahabat tersebut Nabi SAW kemudian menanyakannya terlebih dahulu kepada sahabat tersebut, terutama terkait suratan yang dibaca. Ternyata, setelah dikroscek sahabat tersebut membaca suratan yang panjang sehingga membuat jama’ah –terutama yang tua- menjadi kecapean.

Atau bahkan klarifikasi tidak hanya sebatas mencari tahu atau bertanya kepada seseorang. Namun butuh penelitian dengan waktu tertentu untuk menemukan suatu informasi yang “benar”.

Hal penting dari cerita di atas bahwa meskipun terkadang orang lain mengabari berita, baik dengan tulisan atau langsung, meski dengan ekspresi dan mimik yang meyakinkan, tetap perlu adanya klarifikasi. Apalagi sebatas potongan suatu video atau suatu gambar foto di dunia maya (media sosial). Yang siapa saja –tanpa diketahui latar belakangnya- dapat dengan bebas mempostingnya dan menyebarkannya. Maka untuk memperoleh sebuah kesimpulan instan dalam hal ini, tidak akan mudah dicapai.

Ayo “bermain”

Bermain yang dimaksudkan disini adalah bersentuhan dengan dunia nyata. Apapun itu, baik interaksi sosial atau sekedar melihat pemandangan alam. Bermain yang dapat membuka cakrawala lingkungan sekitar. Kalau dalam bahasa arab bisa diistilahkan dengan silaturrahmi.

Gus Dur*) – Presiden RI IV- adalah salah satu tokoh yang senang bersilaturrahmi. Baik itu antar agama, hingga lintas agama. Baik itu antar suatu keilmuan (diskusi dengan ahli bidang tertentu) hingga “silaturrahmi” dengan lintas keilmuwan beliau. Maka tak heran beliau –menurut beberapa orang- orang jenius, tahu banyak seperti dunia seni, sastra, sepakbola, dan lain-lain.

“Bermain” bisa dalam bentuk “berselancar” di dunia maya. Namun, yang penulis tekankan disini adalah “bermain” di dunia nyata. “Bermain” apapun yang dapat membuka cakrawala pikiran. “Bermain” sebagaimana kebutuhan naluriah makhluq Tuhan yang bernama manusia yang berlingkungan sosial.

Penulis –meniru-niru atau terinspirasi gerakan ayo mengaji / ayo mondok – mengusulkan suatu ide gerakan #Ayo”bermain”. Setidaknya, kegiatan silaturrahmi sederhana atau “bermain” tersebut dapat mengimbangi keberadaan gadget yang semakin tahun semakin canggih, yang kecanggihan tersebut terkadang membuat lupa diri seseorang. Dan juga menjadi hal yang penting dan perlu mendapat perhatian bagi para orang tua untuk membiarkan atau bahkan menyuruh anaknya untuk sesekali “bermain” atau juga bermain sebagaimana anak-anak kecil lakukan di jaman gadget masih langka.

Pada dasarnya Meme internet – terutama gambar dan foto dengan beberapa kalimat sederhana – adalah hanya salah satu contoh hal yang mudah tersebar di dunia internet, terutama media sosial. Kata-kata dalam meme yang terkadang menimbulkan efek persuasif dan provokasif perlu disikapi secara cerdas dan bijak oleh masing-masing pengguna media sosial. Meskipun pada akhirnya semua hal tergantung pada diri sendiri, namun tetap perlu ada suatu kesadaran kolektif yang ditumbuhkan. Dan yang pasti perlu diusahakan.

Wallahu a’alm,

 

*) Pada tulisan ini, penulis mengikuti pendapat bahwa Gus Dur adalah ahli agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar