Perjalanan Alfred Wallace Russel
[resensi]
Suatu ketika, saya diajak jalan2
ke toko buku (di daerah Jogja) sama temen saya. Yah, karena saya jarang/bahkan gak pernah ke
toko buku sebelumnya. Maka, Iseng-iseng saya ikut, sekalian kenalan sama
Jogja (karena kebetulan itu tahun2 pertama saya di jogja). Hingga akhirnya,
saya bertemu dengan rak/meja buku yang bertuliskan “Rp. 10.000 – Rp. 20.000”.
yah, mungkin inilah salah satu alasan kenapa kemudian saya membeli buku “Borneo,
Celebes dan Aru”, karangan Ilmuwan Biologi Alfred Wallace Russel.
Kalau mendengar kata Wallace, pasti kita akan terngiang-ngiang
pelajaran SD atau SMP tentang suatu garis imajiner , tentang hewan-hewan yang
berkantong (wilayahnya),hewan mamalia pemanjat dan hewan peralihan. Ya, beliau
lah, bapak pencetus/penemu pembagian hewan di Indonesia berdasarkan garis Wallace
(atas biogeografi Indonesia) , bapak Alfred Wallace Russel. Mungkin sepintas
itu bukan suatu hal yang “heboh”/menggemparkan atau tidak begitu terasa
langsung manfaatnya. Namun siapa sangka,berdasarkan penemuan teori itu yang
kemudian melatarbelakangi munculnya salah satu teori (biologi) yang
menggemparkan dunia, “EVOLUSI”.
Ya,
yang jelas buku ini merupakan buku biologi, terutama untuk pecinta lingkungan
atau biologi makro. Buku ini merupakan bagian dari buku Alfred yang terkenal,
yaitu The Malay Archipelago. Pada pengantar buku ini, dijelaskan bahwa
Alfred Wallace Russel melakukan di pulau-pulau tersebut selama kurang lebih 8
Tahun (1854 – 1862). Dari perjalanan yang cukup lama tersebut, beliau berhasil
mengumpulkan sejumlah 230 ribuan spesies fauna, FANTASTIS bukan?. Selain
itu, dalam pengantar juga disebutkan bahwa Alfred adalah pengagum Charles
Darwin. Hal ini ditunjukkan ketika Alfred sering mengirimkan surat yang
disertai makalah-makalahnya kepada Darwin. Salah satu yang kemudian terkenal
dan menjadi kerangka dasar teori seleksi alam Charles Darwin yakni On The
Tendency of Varieties to Depart Indefinitely from the Original Type. Wow… ternyata
dibalik teori terkenal/kontroversial Charles Darwin, ada cerita tersembunyi
yang jarang terungkap yah…
Secara
umum, dalam buku ini menceritakan tentang perjalanan Wallace selama di
Nusantara,semacam diari gitu. Cerita-cerita tersebut menjadi sangat menarik
dan menjadi karya sastra (mungkin) karena penggambaran di dalam setiap cerita
yang disampaikan Wallace begitu detail, seolah pembaca berada / akan dibawa ke
waktu itu. Seperti misal cerita saat
gempa bumi di Celebes, yakni di Rurukan.
” Tana Goyang-Tana Goyang-Tana Goyang (Gempa Bumi!)
setiap orang berarian keluar rumah mereka – para perempuan menjerit dan
anak-anak menangis- dan saya pikir akan bijaksana untuk pergi keluar juga. ……..
Dengan jarak waktu 10 menit samapi 1 jam, guncangan
dan getaran lemah terasa , kadang-kadang cukup kuat untuk mengusir kami semua
keluar. Ada suatu campuran yang aneh antara takut dan lucu dalam situasi kami. ….
Pada satu sisi, fenomena alam yang paling mengerikan
dan merusak sedang beraksi di sekitar kami. Di sisi lain pemandangan dari
banyak laki-laki , perempuan, dan anak-anak yang berlarian ke dalam dan keluar
rumah mereka, yang setiap kalinya terbukti bahwa itu kekhawatiran yang tidak
beralasan……. .”
Dari
situ, beliau seolah terkesan dengan fenomena yang sedang terjadi, termasuk
fenomena sosial yang ada. Selain itu, yang pasti adalah penggambaran fauna dan
flora yang ada. Seperti misal ketika di Borneo :
“ … tanpa meluangkan banyak waktu untuk pencarian
saya mengumpulkan 50 spesies pakis di
Borneo, dan saya tidak ragu bahwa seorang ahli botani yang baik akan menemukan dua
kali jumlah itu. Kelompok anggrek yang menarik sangat banyak jumlahnya, tetapi,
pada umumnya, Sembilan per sepuluh dari spesiesnya memiliki bunga yang kecil
dan tidak menarik perhatian. Yang merupakan pengecualian diantaranya adalah
Coelogynes yang indah, yang berbunga kuning dalam kelompok besar menghiasi
hutan-hutan suram, dan tumbuhan yang paling luar biasa, Vanda lowii,
yang terdapat banyak terdapat di dekat beberapa mata air panas di kaki pegunungan
Penin-jauh. Tumbuhan ini tumbuh di dahan-dahan pohon yang rendah, dan tandan
bunganya yang aneh sering tergantung ke bawah sehingga hampir mencapai tanah.
Biasanya panjangnya enam atau delapan kaki, memuat bunga-bunga berdiameter 3
inci yang lebar dan indah, dan warnanya beraneka ragam dari oranye sampai
merah, dengan bintik-bintik ungu merah-tua. Saya mengukur satu tandan, yang
panjangnya luar biasa, Sembilan kaki delapan inci dan memuat 32 pasang bunga,
terangkai dalam bentuk spiral pada tangkai tipis yang seperti benang…”
Beberapa pertimbangan menurut teman saya (yang sering
baca karya terjemahan), penerbit/penerjemah juga sangat berperan dalam
kemudahan pembaca untuk memahami, dan untuk buku ini saya pribadi tidak terlalu
banyak komen. Apakah buku ini “enak” dan mudah dipahami, atau sebaliknya.
Maklum,saya
ra pati dong.an ncen orange.
Haha…
Di
akhir cerita, saya mulai “berpikir-pikir”. Ketika barat dengan asyiknya sudah
mulai menjarah kekayaan alam ilmu di tanah air (1854) , saya malah masih mikir-mikir saja, tanpa berbuat apa. Atau bahkan berdebat kusir di
kursi kuliahan, tanpa hasil apa-apa. Haha…(serius ini).
Mungkin
kita terpaut jauh (dengan barat). Bahkan kebabasan baru kita peroleh 1 abad berikutnya, baru
sebuah kata “kebebasan” diteriakkan di Indonesia.
Tapi yang jelas, mari berdo.a. semoga orang-orang
yang (terutama) seperti saya ini cepet sadar, dan mengerti bahkan lebih dari
itu.
benar-benar di do’akan yah…
Amin.
Terima kasih.
Yogya-BWI
Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar