Rabu, 21 Mei 2014

Kanjeng Nabi Banget!!!




            Dalam agama islam, satu tokoh yang tak terpungkiri ke-spesial-istimewaan-nya adalah (Kanjeng) Nabi Muhammad S.A.W. dalam hal apapun, dari politik sampai keagamaan (ada yg bilang ini hal berbeda, meski ada juga pendapat bahwa agama itu adalah poitik), dari hal sederhana sampai yang paling kompleks. Semua orang juga mengakui beliau, dari yang penganut agama Islam bahkan dari tokoh-tokoh agama lain. Maka sangatlah wajar, terutama bagi umat islam sendiri menjadikan beliau sebagai tokoh panutan, tokoh idola, Kebanggan sepanjang masa.
            Kiai Haji Abdurrahman Wahid (Allah Yarham) atau yang biasa  dipanggil Gus Dur, adalah salah seorang kiai yang tak asing lagi bagi khususnya warga Negara Indonesia  bahkan dunia internasional. Meski ada yang berpendapat beliau tokoh kontroversi, yang jelas kredibilitas beliau sangat diakui dari berbagai kalangan, ya saestu benar-benar dari berbagai kalangan.
            Selain memang dari segi silsilah, beliau adalah seseorang yang hebat. Namun dalam “aksi lapangan” – pun tak dapat di elakkan jasa-jasa beliau. Dari pemikiran (tulisan-tulisan) hingga tidakan nyata bahkan jangka panjang. Ya, sangat banyak, dengan salah satu ide pokoknya “gitu aja kog repot” .
            Suatu ketika saya hadir di acara Haul Gus Dur (2013) yang bertempat di Alun-alun kota Yogyakarta. Pastinya, berbagai lapis kalangan dan kelompok masyarakat hadir, baik yang undangan khusus ataupun dengan suka rela. Acaranya pun tak hanya tahlil dan do’a  versi islam saja, tapi dari berbagai umat beragama. Dan selain itu, berbagai sambutan hebat tersusun dalam acara, sambutan dari tokoh-tokoh terkenal dan hebat dari Nusantara, di antaranya dari Muhammadiyyah, dari PBNU, Pendeta, Biksu, Romo, Sastrawan dan Budayawan, dll. Karena ketokohan mereka, pastinya tema-tema yang menjadi topik sambutan mereka (yang kemudian dikaitkan dengan A.Y. Gus Dur) berat-berat, menurut saya. Hampir semuanya saya tidak tahu, atau satu yang  tau adalah yang sambutan gak sembarang orang. Hehe..
Namun satu sambutan yang menurut saya menarik, yaitu dari Ahmad Tohari. Beliau suatu ketika bercanda dengan A.Y. Gus Dur, atau tebak-tebakan. Bpk Ahmad Tohari membacakan sepenggal puisi (sori, lupa syairnya), dan Gus Dur menjawab judul dan pengarangnya (puisinya W.S. Rendra) dengan tepat. Kemudian bpk Ahmad Tohari membacakan penggalan puisi lagi (sori, lupa lagi syairnya) dan beliau menjawab kalo itu puisi dari timur tengah (aku lupa lagi). Sambutan yang menarik bagi saya, karena ada presiden yang tahu puisi. Meski saya benar-benar tidak tahu puisi (karena pelupa), karena itu bagi saya sangat keren seseorang bisa tau suatu puisi, seorang presiden dan tokoh agama lagi.
Dan satu lagi,menurut Gus Mus karena sikap Percaya Diri Gus Dur (yang juga mungkin kadang berlebihan-kontroversi) juga berpengaruh pada sikap tegasnya terutama dalam hal kesederhaan. Karena beliau sudah P-D, maka ketika jadi presiden pun, masih saja sering keliling2 ke ndalem2 ( Kediaman) kiayi2, silaturrahmi dengan siapa saja, bahkan malah intensitasnya bisa lebih (dari sebelum menjadi presiden) karena peluang silaturrahmi, terutama dengan masyarakat juga lebih besar.
            Pastinya (sangat) banyak sekali pelajaran yang dapat diambil atau dikaji dari pemikiran-Pemikiran A.Y. Gus Dur, dari berbagai akademisi, tokoh-tokoh, ilmuwan dll. Salah satunya dari buku kumpulan artikel tentang Gus Dur yang disusun oleh … (dibahas di bab berikutnya, Gus Dur Vol. II).
Maka di akhir paragraf bacaan ini saya hanya mengungkapkan sebuah pendapat, pendapat pribadi saya. Bahwasanya Gus Dur itu peniru Kanjeng Nabi banget . di saat (mungkin) beberapa orang ramai bahkan bertengkar dengan teori, namun Gus Dur secara hampir totalitas sudah menjalankannya, benar benar menjalankannya. Politik (rakyat dan kebangsaan), ilmuwan/ulama’, Agamawan, Nasionalis, kesederhanaan, dll , pastinya sedikit banyak tahu bahwa tentang aksi/keikut sertaan Nabi Muhammad SAW dalam bidang tersebut. Ya, Gus Dur memerankannya sekaligus dan hal semacam ini sangat sulit ditemukan. Namun, seperti halnya peniru2 lain, batasan pastinya ada. Namanya juga “meniru”. Yang penting bukan kesalahannya kan, tapi sebagus apa tiruan itu.
Yang jelas, saya sendiri masih sangat repot untuk meniru. Meski hanya sekedar “meniru”.

Masih Belajar,
Maret – Mei 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar