Dalam agama islam, satu tokoh yang tak terpungkiri ke-spesial-istimewaan-nya
adalah (Kanjeng) Nabi Muhammad S.A.W. dalam hal apapun, dari politik sampai
keagamaan (ada yg bilang ini hal berbeda, meski ada juga pendapat bahwa agama itu adalah poitik), dari hal sederhana sampai yang paling kompleks. Semua orang juga
mengakui beliau, dari yang penganut agama Islam bahkan dari tokoh-tokoh agama
lain. Maka sangatlah wajar, terutama bagi umat islam sendiri menjadikan beliau
sebagai tokoh panutan, tokoh idola, Kebanggan sepanjang masa.
Kiai Haji Abdurrahman Wahid (Allah Yarham) atau yang
biasa dipanggil Gus Dur, adalah salah
seorang kiai yang tak asing lagi bagi khususnya warga Negara Indonesia bahkan dunia internasional. Meski ada yang
berpendapat beliau tokoh kontroversi, yang jelas kredibilitas beliau sangat
diakui dari berbagai kalangan, ya saestu benar-benar dari berbagai
kalangan.
Selain memang dari segi silsilah, beliau adalah seseorang
yang hebat. Namun dalam “aksi lapangan” – pun tak dapat di elakkan jasa-jasa
beliau. Dari pemikiran (tulisan-tulisan) hingga tidakan nyata bahkan jangka
panjang. Ya, sangat banyak, dengan salah satu ide pokoknya “gitu aja kog
repot” .
Suatu ketika saya hadir di acara Haul Gus Dur (2013) yang
bertempat di Alun-alun kota Yogyakarta. Pastinya, berbagai lapis kalangan dan
kelompok masyarakat hadir, baik yang undangan khusus ataupun dengan suka rela. Acaranya
pun tak hanya tahlil dan do’a versi
islam saja, tapi dari berbagai umat beragama. Dan selain itu, berbagai sambutan
hebat tersusun dalam acara, sambutan dari tokoh-tokoh terkenal dan hebat dari
Nusantara, di antaranya dari Muhammadiyyah, dari PBNU, Pendeta, Biksu, Romo,
Sastrawan dan Budayawan, dll. Karena ketokohan mereka, pastinya tema-tema yang
menjadi topik sambutan mereka (yang kemudian dikaitkan dengan A.Y. Gus Dur) berat-berat,
menurut saya. Hampir semuanya saya tidak tahu, atau satu yang tau adalah yang sambutan gak sembarang orang.
Hehe..
Namun
satu sambutan yang menurut saya menarik, yaitu dari Ahmad Tohari. Beliau suatu
ketika bercanda dengan A.Y. Gus Dur, atau tebak-tebakan. Bpk Ahmad Tohari membacakan
sepenggal puisi (sori, lupa syairnya), dan Gus Dur menjawab judul dan
pengarangnya (puisinya W.S. Rendra) dengan tepat. Kemudian bpk Ahmad Tohari
membacakan penggalan puisi lagi (sori, lupa lagi syairnya) dan beliau menjawab
kalo itu puisi dari timur tengah (aku lupa lagi). Sambutan yang menarik bagi
saya, karena ada presiden yang tahu puisi. Meski saya benar-benar tidak tahu
puisi (karena pelupa), karena itu bagi saya sangat keren seseorang bisa tau
suatu puisi, seorang presiden dan tokoh agama lagi.
Dan
satu lagi,menurut Gus Mus karena sikap Percaya Diri Gus Dur (yang juga mungkin
kadang berlebihan-kontroversi) juga berpengaruh pada sikap tegasnya terutama
dalam hal kesederhaan. Karena beliau sudah P-D, maka ketika jadi presiden pun,
masih saja sering keliling2 ke ndalem2 ( Kediaman) kiayi2, silaturrahmi
dengan siapa saja, bahkan malah intensitasnya bisa lebih (dari sebelum menjadi
presiden) karena peluang silaturrahmi, terutama dengan masyarakat juga lebih
besar.
Pastinya (sangat) banyak sekali pelajaran yang dapat
diambil atau dikaji dari pemikiran-Pemikiran A.Y. Gus Dur, dari berbagai
akademisi, tokoh-tokoh, ilmuwan dll. Salah satunya dari buku kumpulan artikel
tentang Gus Dur yang disusun oleh … (dibahas di bab berikutnya, Gus Dur Vol.
II).
Maka
di akhir paragraf bacaan ini saya hanya mengungkapkan sebuah pendapat, pendapat
pribadi saya. Bahwasanya Gus Dur itu peniru Kanjeng Nabi banget . di
saat (mungkin) beberapa orang ramai bahkan bertengkar dengan teori, namun Gus
Dur secara hampir totalitas sudah menjalankannya, benar benar menjalankannya. Politik
(rakyat dan kebangsaan), ilmuwan/ulama’, Agamawan, Nasionalis, kesederhanaan,
dll , pastinya sedikit banyak tahu bahwa tentang aksi/keikut sertaan Nabi
Muhammad SAW dalam bidang tersebut. Ya, Gus Dur memerankannya sekaligus dan hal
semacam ini sangat sulit ditemukan. Namun, seperti halnya peniru2 lain, batasan
pastinya ada. Namanya juga “meniru”. Yang penting bukan kesalahannya kan, tapi
sebagus apa tiruan itu.
Yang jelas, saya
sendiri masih sangat repot untuk meniru. Meski hanya sekedar “meniru”.
Masih Belajar,
Maret – Mei 2014