Wegh,
kelihatan ngeri ra judul
(tulisan) q iki ? hehe…
Untuk
tulisan saya kali ini, sebenarnya adalah tugas saya pas IAS (imtihan akhirus
sanah), semacam ujian akhir semester di pondok saya . namun pada penulisan
versi online ini, mungkin terdapat sedikit revisi, karena beberapa pertimbangan
pribadi saya.
Selanjutnya, selamat membaca!
Berawal
pernyataan santri (kalo gak salah)
tentang lebih utama mana guru dan orang tua, serta pernyataan Ustadz Rahmat (pengampu
pelajaran/kitab ini di kelas) yang menyatakan bahwa lebih utama guru. Maka
kemudian, apa yang melatarbelakangi hal tersebut? Mungkin ini salah satu alasan
kenapa saya membuat “tulisan” ini. Meski sebenarnya alasan-alasan/penjelasannya
sudah dijelaskan oleh ustadz Rahmat sendiri ketika dikelas.
Sesuai
dengan judul, maka pertama-tama saya akan merangkum/me-resume perihal
memuliakan ilmu. Adapun alasan memuliakan ilmu karena ketika kita memuliakan
ilmu tersebut kita akan berhasil memperolehnya (menurut Syekh Hulwani). Sedangkan
beberapa cara untuk memuliakan ilmu adalah sebagai berikut :
-
Hendaknya berwudhu’ sebelum
belajar karena ilmu itu “nur”.
-
Meleteakkan sumber
ilmu/buku/kitab di tempat yang “pantas” dan tidak ditindihi dengan sesuatu (selain buku/kitab lain),
terutama kitab suci Al-Qur’an.
-
Menulis/mencatat pelajaran
hendaknya dengan tulisan yang jelas
-
Memuliakan ahli ilmu/guru
dan teman.
Perihal memuliakan guru. Adapun
alasan kenapa harus memuliakan guru, ya seperti yang saya tulis/bahas
sebelumnya. Yakni agar memperoleh ilmu (hehe…). Dijelaskan pula bahwa
seseorang bisa kufur bukan karena
berbuat maksiat, namun lantaran tidak mengindahkan perintah dan larangan Allah
SWT. Dalam arti, mungkin orang tersebut tidak mengerti/kurang faham tentang hal
tersebut (agama). Maka dari itu fungsi guru (terutama agama) sangatlah penting.
Selanjutnya,
siapakah yang disebut guru itu? Menurut sayyidina Ali, guru itu orang yang
mengajarkan 1 huruf, siapa saja.
Adapun
cara untuk memuliakan guru, menurut kitab ta’lim ini adalah berikut :
-
Meminta keridho’an guru
(dalam bersikap terutama)
-
Menjauhi kemurkaan guru
-
Juga menghormati dan
memuliakan keluarganya
-
Menyempatkan waktu untuk “ sowan”
, jika sudah lulus/semacamnya.
Ini mungkin “tulisan” yang bisa
sedikit saya fahami dari bab tersebut. Maka saya meminta maaf jika “tulisan” ini
malah bukan seperti ringkasan.
Kemudian, sedikit tambahan yang
pernah saya dengar/baca. Bahwasanya menurut gus Mustofa Bisri, setelah Gus Dur
lengser dari presiden. Gus Dur pun langsung melanjutkan “rutinitas/kebiasaan”
lama. Yakni (salah satunya)
keliling-keliling/jalan-jalan ke rumah kiyai-kiyai. Dan tak jauh beda, yang
dilakukan Alfred Wallace Russel (ilmuwan biologi) yang juga sering menulis
surat/tulisan makalahnya kepada Charles Darwin, guru / ilmuwan favoritnya.
Sebenarnya tulisan/tugas ini
merupakan tugas untuk merangkum salah satu bab (diantara bab 1 – 5) di kitab
Ta’limul Muta’allim (kitab akhlaqnya pencari ilmu). Tapi, tiba2 terbesit dalam
pikiran saya untuk diselewengkan, yaitu saya bikin semacam “curhatan”. Hehe…
Yang jelas saya sangat berterima
kasih kepada ustadz ta’lim saya, paling tidak saya bisa membuat tulisan ini. Selebihnya,
dan terutama ilmu-ilmu yang telah diberikan selama mengajar.
Semoga dengan tulisan ini bisa bermanfaat, yang pasti buat
saya pribadi.
Yogyakarta, 1 juni 2014