Selasa, 03 Juni 2014

Memuliakan Ilmu dan Guru



                Wegh, kelihatan ngeri  ra judul (tulisan) q iki ? hehe…
                Untuk tulisan saya kali ini, sebenarnya adalah tugas saya pas IAS (imtihan akhirus sanah), semacam ujian akhir semester di pondok saya . namun pada penulisan versi online ini, mungkin terdapat sedikit revisi, karena beberapa pertimbangan pribadi saya. 
Selanjutnya, selamat membaca!
                 
Berawal  pernyataan santri (kalo gak salah) tentang lebih utama mana guru dan orang tua, serta pernyataan Ustadz Rahmat (pengampu pelajaran/kitab ini di kelas) yang menyatakan bahwa lebih utama guru. Maka kemudian, apa yang melatarbelakangi hal tersebut? Mungkin ini salah satu alasan kenapa saya membuat “tulisan” ini. Meski sebenarnya alasan-alasan/penjelasannya sudah dijelaskan oleh ustadz Rahmat sendiri ketika dikelas.
                Sesuai dengan judul, maka pertama-tama saya akan merangkum/me-resume perihal memuliakan ilmu. Adapun alasan memuliakan ilmu karena ketika kita memuliakan ilmu tersebut kita akan berhasil memperolehnya (menurut Syekh Hulwani). Sedangkan beberapa cara untuk memuliakan ilmu adalah sebagai berikut :
-          Hendaknya berwudhu’ sebelum belajar karena ilmu itu “nur”.
-          Meleteakkan sumber ilmu/buku/kitab di tempat yang “pantas” dan tidak ditindihi  dengan sesuatu (selain buku/kitab lain), terutama kitab suci Al-Qur’an.
-          Menulis/mencatat pelajaran hendaknya dengan tulisan yang jelas
-          Memuliakan ahli ilmu/guru dan teman.
Perihal memuliakan guru. Adapun alasan kenapa harus memuliakan guru, ya seperti yang saya tulis/bahas sebelumnya. Yakni agar memperoleh ilmu (hehe…). Dijelaskan pula bahwa seseorang  bisa kufur bukan karena berbuat maksiat, namun lantaran tidak mengindahkan perintah dan larangan Allah SWT. Dalam arti, mungkin orang tersebut tidak mengerti/kurang faham tentang hal tersebut (agama). Maka dari itu fungsi guru (terutama agama) sangatlah penting.
Selanjutnya, siapakah yang disebut guru itu? Menurut sayyidina Ali, guru itu orang yang mengajarkan 1 huruf, siapa saja.
        Adapun cara untuk memuliakan guru, menurut kitab ta’lim ini adalah berikut :
-          Meminta keridho’an guru (dalam bersikap terutama)
-          Menjauhi kemurkaan guru
-          Juga menghormati dan memuliakan keluarganya
-          Menyempatkan waktu untuk “ sowan” , jika sudah lulus/semacamnya.
Ini mungkin “tulisan” yang bisa sedikit saya fahami dari bab tersebut. Maka saya meminta maaf jika “tulisan” ini malah bukan seperti ringkasan.
Kemudian, sedikit tambahan yang pernah saya dengar/baca. Bahwasanya menurut gus Mustofa Bisri, setelah Gus Dur lengser dari presiden. Gus Dur pun langsung melanjutkan “rutinitas/kebiasaan” lama.  Yakni (salah satunya) keliling-keliling/jalan-jalan ke rumah kiyai-kiyai. Dan tak jauh beda, yang dilakukan Alfred Wallace Russel (ilmuwan biologi) yang juga sering menulis surat/tulisan makalahnya kepada Charles Darwin, guru / ilmuwan favoritnya.

Sebenarnya tulisan/tugas ini merupakan tugas untuk merangkum salah satu bab (diantara bab 1 – 5) di kitab Ta’limul Muta’allim (kitab akhlaqnya pencari ilmu). Tapi, tiba2 terbesit dalam pikiran saya untuk diselewengkan, yaitu saya bikin semacam “curhatan”. Hehe…
Yang jelas saya sangat berterima kasih kepada ustadz ta’lim saya, paling tidak saya bisa membuat tulisan ini. Selebihnya, dan terutama ilmu-ilmu yang telah diberikan selama mengajar.
Semoga dengan tulisan ini bisa bermanfaat, yang pasti buat saya pribadi.

Yogyakarta, 1 juni 2014



Rabu, 21 Mei 2014

Kanjeng Nabi Banget!!!




            Dalam agama islam, satu tokoh yang tak terpungkiri ke-spesial-istimewaan-nya adalah (Kanjeng) Nabi Muhammad S.A.W. dalam hal apapun, dari politik sampai keagamaan (ada yg bilang ini hal berbeda, meski ada juga pendapat bahwa agama itu adalah poitik), dari hal sederhana sampai yang paling kompleks. Semua orang juga mengakui beliau, dari yang penganut agama Islam bahkan dari tokoh-tokoh agama lain. Maka sangatlah wajar, terutama bagi umat islam sendiri menjadikan beliau sebagai tokoh panutan, tokoh idola, Kebanggan sepanjang masa.
            Kiai Haji Abdurrahman Wahid (Allah Yarham) atau yang biasa  dipanggil Gus Dur, adalah salah seorang kiai yang tak asing lagi bagi khususnya warga Negara Indonesia  bahkan dunia internasional. Meski ada yang berpendapat beliau tokoh kontroversi, yang jelas kredibilitas beliau sangat diakui dari berbagai kalangan, ya saestu benar-benar dari berbagai kalangan.
            Selain memang dari segi silsilah, beliau adalah seseorang yang hebat. Namun dalam “aksi lapangan” – pun tak dapat di elakkan jasa-jasa beliau. Dari pemikiran (tulisan-tulisan) hingga tidakan nyata bahkan jangka panjang. Ya, sangat banyak, dengan salah satu ide pokoknya “gitu aja kog repot” .
            Suatu ketika saya hadir di acara Haul Gus Dur (2013) yang bertempat di Alun-alun kota Yogyakarta. Pastinya, berbagai lapis kalangan dan kelompok masyarakat hadir, baik yang undangan khusus ataupun dengan suka rela. Acaranya pun tak hanya tahlil dan do’a  versi islam saja, tapi dari berbagai umat beragama. Dan selain itu, berbagai sambutan hebat tersusun dalam acara, sambutan dari tokoh-tokoh terkenal dan hebat dari Nusantara, di antaranya dari Muhammadiyyah, dari PBNU, Pendeta, Biksu, Romo, Sastrawan dan Budayawan, dll. Karena ketokohan mereka, pastinya tema-tema yang menjadi topik sambutan mereka (yang kemudian dikaitkan dengan A.Y. Gus Dur) berat-berat, menurut saya. Hampir semuanya saya tidak tahu, atau satu yang  tau adalah yang sambutan gak sembarang orang. Hehe..
Namun satu sambutan yang menurut saya menarik, yaitu dari Ahmad Tohari. Beliau suatu ketika bercanda dengan A.Y. Gus Dur, atau tebak-tebakan. Bpk Ahmad Tohari membacakan sepenggal puisi (sori, lupa syairnya), dan Gus Dur menjawab judul dan pengarangnya (puisinya W.S. Rendra) dengan tepat. Kemudian bpk Ahmad Tohari membacakan penggalan puisi lagi (sori, lupa lagi syairnya) dan beliau menjawab kalo itu puisi dari timur tengah (aku lupa lagi). Sambutan yang menarik bagi saya, karena ada presiden yang tahu puisi. Meski saya benar-benar tidak tahu puisi (karena pelupa), karena itu bagi saya sangat keren seseorang bisa tau suatu puisi, seorang presiden dan tokoh agama lagi.
Dan satu lagi,menurut Gus Mus karena sikap Percaya Diri Gus Dur (yang juga mungkin kadang berlebihan-kontroversi) juga berpengaruh pada sikap tegasnya terutama dalam hal kesederhaan. Karena beliau sudah P-D, maka ketika jadi presiden pun, masih saja sering keliling2 ke ndalem2 ( Kediaman) kiayi2, silaturrahmi dengan siapa saja, bahkan malah intensitasnya bisa lebih (dari sebelum menjadi presiden) karena peluang silaturrahmi, terutama dengan masyarakat juga lebih besar.
            Pastinya (sangat) banyak sekali pelajaran yang dapat diambil atau dikaji dari pemikiran-Pemikiran A.Y. Gus Dur, dari berbagai akademisi, tokoh-tokoh, ilmuwan dll. Salah satunya dari buku kumpulan artikel tentang Gus Dur yang disusun oleh … (dibahas di bab berikutnya, Gus Dur Vol. II).
Maka di akhir paragraf bacaan ini saya hanya mengungkapkan sebuah pendapat, pendapat pribadi saya. Bahwasanya Gus Dur itu peniru Kanjeng Nabi banget . di saat (mungkin) beberapa orang ramai bahkan bertengkar dengan teori, namun Gus Dur secara hampir totalitas sudah menjalankannya, benar benar menjalankannya. Politik (rakyat dan kebangsaan), ilmuwan/ulama’, Agamawan, Nasionalis, kesederhanaan, dll , pastinya sedikit banyak tahu bahwa tentang aksi/keikut sertaan Nabi Muhammad SAW dalam bidang tersebut. Ya, Gus Dur memerankannya sekaligus dan hal semacam ini sangat sulit ditemukan. Namun, seperti halnya peniru2 lain, batasan pastinya ada. Namanya juga “meniru”. Yang penting bukan kesalahannya kan, tapi sebagus apa tiruan itu.
Yang jelas, saya sendiri masih sangat repot untuk meniru. Meski hanya sekedar “meniru”.

Masih Belajar,
Maret – Mei 2014

Kamis, 15 Mei 2014

The First Letters




Ada banyak teori tentang menulis, mulai dengan istilah “gajah mati meninggalkan gadingnya ….”, sampai yang paling sederhana “tulislah minimal kegiatanmu selama seharian (diary)”. Namun, dari semua teori tersebut kiranya juga perlu adanya seorang pendamping/guru pembimbing/penyemangat/inspirasi,dll. Dan tulisan ini, saya khususkan ilaa Jami’I  temen2 yang menginspirasi saya, untuk (paling gak) menulis (meskipun tulisan saya nantinya cuman curhatan. Berbeda jauh dengan punya mereka.haha).
Ya, awalnya saya bingung (seperti biasa) mau nulis apa, dan kemudian ada angan untuk menulis seperti ini :
“ Terima kasih/Matur sembah nuwun/Mator Kaso’on/Tengz a lot. Saya ucapkan kepada mereka, yang mungkin saya tidak berani menyebutkan namanya secara detail. Entah karena memang saya gak ijin atau ntar malah membuat mereka parno . yaitu pertama-tama 2 orang yang saya sebut di catatan (fb) saya, kalo boleh mengumpamakan, saya kayak bayi yang baru disuap nasi, sedangkan gigi masih belum tumbuh. Yang penting ditelan.
Yang selanjutnya dari (sejatinya) Ustadz saya, yang dengan bahasa (sangat) ringannya/kontekstualnya sangat membuat orang seperti saya sangat mudah mengerti, atau mungkin bisa mikir-mikir sejenak, dan berkata “iya-ya”. Atau ada yang berkata selalu akademis, punya sumber-sumber yang jelas. Dan yang lebih keren lagi, seorang ustadz berkata (kurang lebih)  “memang hidup itu proses, tapi kalau kalian tidak segera menentukan segera proses kalian, apa gak kasian dengan anak istri kalian?”. Kalo boleh saya berkomentar untuk semua pernyataan diatas , “gak berdarah se, tapi sakiit”.
Berikutnya adalah teman-teman organisasi saya. Kalo ini sebenarnya saya no comment!. Meski (maaf) mereka sepertinya sangat biasa saja, tapi lama kelamaan malah saya yang sangat minder (sekali). Tentu karena karya dan pembuktian mereka. Dan saya tetap memberanikan diri untuk berkumpul dengan mereka, meski saya tak punya keahlian apa. Paling tidak saya bisa belajar mengenal Indonesia, ya  “ baru mengenal saja ”. Terima kasih
Dan yang tak lupa, beberapa dosen dan guru saya. Bukan berarti saya kurang menghargai beliau karena peletakan tulisannya. Sungguh tak ada maksud seperti itu. Hanya saja mungkin karena saya lebih dekat dan mudah mengerti apa yang dibicarakan teman-teman saya. Sekali lagi, terima kasih.
Saya tak punya tokoh penulis yang sangat saya gandrungi, saya juga tak begitu punya rincian jelas tentang mimpi-mimpi hingga itu akan membuat sebuah rentetan cerita yang indah, atau apalagi saya juga tak begitu serius untuk membuat penelitian dan membentuknya menjadi sebuah tulisan. Namun, satu hal yang pasti. Cukup saya berkumpul kalian semua.
Dan terakhir, Hanya berawal dari sebuah saran mistis (karena simple dan yang nyampein dari hati), “hanya” disuruh untuk menulis, “apapun” yang sudah saya lakukan, selama sehari (diary). Maka saya bulatkan untuk selalu belajar menulis dan membuat blog/kolom tulisan. Sekali lagi terima kasih buat kalian semua, dan special tengz buat Nayya (nama samaran) karena tulisannya juga kemudian akhirnya ada tulisan ini.
“Terima kasih, semoga kalian menjadi orang-orang hebat.” ….”

Ya, awalnya otak alay saya  hendak menulis seperti itu. Tapi pas tak sawang-sawang lagi. Kog terus timbul pikiran “ Igh, Koyo sopo ae aku iki?”. Sok resmi pake koyo pidato maneh, haha.
Tapi paling gak, daripada tak pikir-pikir, ya sudah. Inilah yang saya bisa. Dan dari sinilah inspirasi tulisan saya.


Bimorejo, 14-04-2014

Selasa, 13 Mei 2014

mmm...

berkenaan dengan banyaknya teman2 saya (terutama organisasi) yang punya tulisan2 (dari blog sampe karya ilmiah/jurnal). maka dengan ini, saya menyatakan diri untuk ikut mainstream.
haha. jadi kayak pidato aja.

yah, beberapa alasan seperti diatas. namun lebih dari itu, semoga seiring berjalannya waktu bisa menambah mili per mili hidup ini lebih berarti, terutama untuk saya pribadi pastinya.
semoga mendatangkan berkah.

Yogyakarta, 14 - 05 - '14